Penanganan Tindak Kejahatan Carding




Pengertian Carding

Di era digital seperti sekarang ini, hampir segala kegiatan dapat dilakukan secara digital menggunakan koneksi jaringan internet. Bahkan, hal tersebut kini juga merambah ke dalam kegiatan jual beli secara online yang semakin populer akhir- akhir ini. Dengan adanya beragam toko / situs jual beli online, semakin memudahkan pangguna internet di dalam melakukan transaksi jual beli secara online. Semakin maraknya situs / aplikasi jual beli online berdampak pada berkurangnya pembelian pada toko-toko yang bersifat konvensional, karena pembeli cukup mengakses internet dan memilih berbagai barang yang diperlukannya, lalu barang tersebut akan sampai dirumah pembeli. Hal tersebut  tentunya akan memudahkan pembeli maupun penjual di dalam melakukantransaksi jual beli online. Akan tetapi, dibalik beragam manfaat jual beli online, terdapat pula beberapa hal yang perlu diwaspadai di dalam melakukan kegiatan ini. Salah satunya adalah kejatan cyber yang memanfaatkan data kartu kredit pembeli, untuk melakukan transaksi online tanpa sepengetahuan pemilik kartu kredit. Kejahatan cyber jenis ini biasa dinamakan “Carding”.

Contoh Kasus Carding

Di Indonesia sendiri, berbagai kasus carding juga sering terjadi, serta dimuat di dalam berbagai media massa, baik melalui televisi, koran, ataupun internet. Beberapa kasus carding yang telah di muat dalam berbagai media massa ini diantaranya sebagai berikut.



Kasus pertama : Pelaku Spamming dan Carding Dibekuk Bobol Kartu Kredit Rp. 500 Juta

Pada 20 Maret 2018, Polda Jawa Timur mengungkap kejahatan ITE di Surabaya berupa spamming dan carding.  Kejahatan ini dilakukan dengan membeli barang melalui online dengan kartu tersebut. Salah satu pelaku berinisial IIR (27 tahun) merupakan warga Sekarpuro, Pakis, Malang. Pelaku kedua berinisial HKD (36 tahun), warga Dusun Medayun RT 008/RW 001, Margomulyo, Balen, Bojonegoro, serta ZU yang merupakan warga Malang. Total kerugian yang dibobol pelaku sebesar Rp 500 juta. Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 30 ayat (2) dan atau Pasal 32 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 46 (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 700 juta.

Kasus kedua : Kronologi Kasus Pencurian Data Karu Kredit di Body Shop

Kasus ini terjadi pada tanggal 25 Maret 2013, di Padang, Sumatera Barat. Dari hasil penelitian yang dilakukan BI bersama institusi terkait, aksi pencurian data nasabah ternyata tak hanya terjadi di dua mall di ibukota. BI menduga pencurian data juga terjadi di satu kantor cabang Body Shop di Padang Sumatera Barat. Dari hasil tersebut, belum dapat dipastikan berapa total kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan ini.


Kasus Ketiga : Bobol Kartu Kredit, Dua Remaja ini Belanja Laptop Seharga Rp. 60 Juta

Pada 18 Oktober 2018, kepolisian Polda Jatim menangkap dua pelaku carding atau perdagangan kartu kredit. Dua pelaku tersebut adalah Marshall Dimas Saputra dan Ferry Piscesa Dwi Cahya. Di dalam melakukan tindak kejatan ini, mereka mengaku mempelajarinya secara otodidak. Dari hasil pencurian data kartu kredit ini, mereka menggunakan kartu kredit tersebut untuk membeli laptop Predator seharga Rp. 60 Juta. Dua remaja ini dikenakan pasal 30 (2) jo Pasal 46 ayat (2) atau pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronika.

Cara Kerja Carding

Para pelaku carding (carder) memiliki berbagai cara untuk mendapatkan data dari kartu kredit, berupa nomor kartu, CVC (Card Verification Code), dan Valid Thru. Salah satu cara yang dilakukan carder untuk mendapatkan data kartu kredit contohnya dengan memanfaaatkan bug (celah) di dalam sebuah website/ toko online untuk masuk kedalam database yang berisi berbagai data pengguna, termasuk data kartu kredit. Selain cara tersebut, beberapa pelaku kejahatan carding juga menggunakan metode phising untuk mendapatkan data kartu kredit targetnya. Hal tersebut dengan cara membuat fake web (website palsu) yang menyerupai situs toko online, lalu menunggu target untuk melakukan transaksi di dalam fake web tersebut. Dengan demikian, secara otomatis carder akan mendapatkan data kartu kredit pengguna internet tersebut.

Tahap selanjutnya, apabila carder telah mendapatkan data kartu kredit korban, maka carder akan menggunakan kartu kredit tersebut untuk melakukan transaksi online di situs jual beli online, seperti Amazon, Ebay, Alibaba, dan situs-situs lainnya. Barang-barang hasil pembelian tersebut akan dikirim ke alamat carder, lalu akan dijual kembali dengan harga di bawah standar. Biasanya korban baru akan menyadari bahwa kartu kreditnya telah disalahgunakan setelah mendapat peberitahuan bahwa terdapat tagihan pada kartu kredit yang dimilikinya.

Modus Carding

Beberapa modus dari kasus carding ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di internet.
3. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan jasa internet.
4. Mengambil dan memanipulasi data di internet.
5. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di jasa pengiriman.


Data Statistik Kejahatan Carding di Kanada dari Tahun 2012 – 2014

Dari beberapa sumber yang telah kami cari di media massa baik berupa majalah, koran, maupun di internet, sangat sulit sekali ditemukan data spesifik mengenai hal tersebut, karena pada umumnya carding merupakan suatu kasus cyber yang sulit untuk dilacak keberadaannya, mengingat sangat banyak sekali tool-tool yang digunakan di dalam kejahatan ini demi kelancaran aksinya. Salah satu tool yang digunakan oleh para carder diantaranya ialah VPS (Virtual Private Server) dan TOR Browser, yang berfungsi untuk mengubah alamat IP dan proxy seseorang, sehingga sangat sulit untuk menemukan keberadaan sebenarnya dari carder tersebut. Oleh karena itu, data di internet yang menunjukkan statistik junlah kasus carding dari waktu ke waktu sangat minim sekali, baik kasus carding di Indonesia maupun di luar negeri. Di dalam penelusuran kami, data yang didapatkan ialah data statistik carding di negara Kanada. Berikut ini merupakan data kasus carding di Kanada dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

Dari grafik diatas, dapat dilakukan analisa bahwa kasus kejahatan carding di Kanada paling tinggi terjadi pada bulan Agustus 2012 dengan jumlah total kasus sebanyak 41.644 dan mulai terjadi penurunan pada bulan-bulan berikutnya, hingga mencapai titik terendah pada bulan Juni 2014 dengan jumlah total kasus sebanyak 1.130 kejahatan carding.


Daerah dan Nasabah Bank Yang Sering Terkena Carding

Menurut data yang telah kami kumpulkan, beberapa daerah yang sering terkena carding di Indonesia ialah di Provinsi Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya &  Malang. Apabila kita amati, hal tersebut bisa jadi dikarenakan pada daerah yang telah disebutkan diatas, tingkat pengetahuan tentang IT lumayan maju, namun pengetahuan IT tersebut disalahgunan, sehingga timbullah bebarapa kasus kejahatan cyber, diantaranya adalah carding.
Selain itu, menurut data yang dikumpukan dari berbagai media massa, baik melalui koran, majalah, maupun internet, menunjukkan bahwa nasabah bank BCA sering menjadi korban carding. Hal itu, mungkin dikarenakan kurangnya sistem keamanan yang diterapkan oleh pihak bank yang bersangkutan. Selain itu, kurangnya wawasan/ pengetahuan nasabah mengenai cyber crime, khususnya carding juga bisa menjadi penyebab seringnya terkena tindak kejahatan carding.

Solusi Bagi Korban Carding

Beberapa solusi bagi nasabah korban tindak kejahatan carding antara lain sebagai berikut:

1. Segera melapor kepada pihak berwajib (kepolisian) agar segera dilakukan pelacakan.
2. Mengadu kepada petugas customer service bank bahwa yang bersangkutan telah mendapati transaksi e-commerce yang janggal pada kartu kreditnya.
3. Customer service akan segera menindaklanjuti pengaduan tersebut dengan cara memblokir kartu kredit korban.
4. Selanjutnya, pihak bank akan segera menindaklanjuti laporan nasabah (korban) dengan melakukan investigasi lebih lanjut.

Pencegahan Dari Ancaman Tindak Kejahatan Carding

Berbagai pencegahan yang dapat dilakkukan agar dapat mengurangi atau bahkan memberantas tindak kejahatan carding diantaranya adalah sebagai berikut.

1.    Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer jaringan komputer nasional sesuai standar internasional. Diharapkan pihak kepolisian cyber yang menangani cybercrime harus melakukan peningkatan pada keamanan jaringan baik dari segi personel, sistem informasi dan sistem keamanan. Beberapa cara yang harus ditempuh dalam meningkatkan keamanan jaringan ini diantaranya ialah dengan dengan membangun firewall yang dapat melindungi sistem dari hacking, pencurian data, akses illegal, dan lainnya, serta memblokir situs-situs yang berpotensi menyebarkan malware.
2.    Meningkatkan kesadaran dan pemahaman warga negara mengenai masalah carding serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut, diantaranya dengan cara memperluas pengetahuan mengenai ciri, karakterisrik, modus, dan cara mencegah cybercrime, khususnya carding agar terhindar dari kejahatan ini.
3.    Menciptakan keamanan dan kewaspadaan dengan cara berbelanja online pada toko online yang terpercaya.
4.    Meningkatkan pemahaan (knowledge) serta keahlian (skill) aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi, dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
5.    Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cybercrime, diantaranya melalui perjanjian antar negara mengenai kejahatan carding.

Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "Penanganan Tindak Kejahatan Carding"